Kamis, 11 Mei 2017

ASUHAN KEBIDANAN TERKINI ( RESUME MOLAHIDATIDOSA DAN KETUBAN PECAH DINI )

MATA KULIAH
ASUHAN KEBIDANAN TERKINI

TUGAS KELOMPOK 1

NAMA   :        IMA AUFYA HIDAYAH    163112540120061
                        ISTIANA EKA PUTRI       163112540120020
                        NOVA NOVIANTY             163112540120059
                        IRNA ALVIANTI                163112540120112
                       
              
UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI DIV KEBIDANAN
TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “ Kegawatdaruratan pada Maternal ”.
Kami berharap agar setelah membaca dan mempelajari makalah ini, pembaca dapat memiliki pertambahan pengetahuan yang lebih baik dan proses implementasi, baik dalam bidang ilmu dunia, maupun ilmu akhirat.
Kemudian, mengingat proses makalah ini kami merasa sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami selalu membuka diri untuk  mendapatkan berbagai masukan dan kritikan agar kelak pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi.












Jakarta, 14 Maret 2017


Penulis




MOLAHIDATIDOSA
RESUME JURNAL
Kehamilan Kembar Dengan Mola Hidatidosa Lengkap Dan Hidup Bersama Janin Berikut Induksi Ovulasi Dengan Clomiphene Citrate Rejimen Non-Resep: Laporan Kasus (Journal of Medical Case Reports December 2012, 6:95 )

A.      Pengantar
Kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap merupakan masalah kebidanan yang sangat langka. Manajemen kasus tersebut selalu bermasalah karena kemungkinan bertahan hidup janin harus selalu ditimbang terhadap risiko komplikasi kehamilan molar.
Kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap dan hidup bersama janin jarang terlihat selama latihan klinik. Rentang kejadian dari 1 di 20.000 untuk 1 dari 100.000 kehamilan. Diagnosis dalam kasus tersebut dapat hanya dilakukan oleh Pemeriksaan USG kebidanan tapi keputusan apakah untuk melestarikan atau tidak selalu bermasalah. Secara tradisional, penghentian kehamilan ditunjukkan untuk menghindari risiko yang tidak dapat diterima komplikasi kehamilan molar lengkap seperti awal timbulnya pre-eklampsia, tirotoksikosis dan peningkatan risiko penyakit trofoblas persisten. Namun, mola hidatidosa lengkap kemungkinan terkait dengan usia ibu lanjut dan penggunaan teknik reproduksi dibantu, dan ini mencerminkan betapa sulitnya keputusan terminasi untuk pasangan seperti. laporan kasus kami merupakan satu pasien seperti yang dikandung setelah waktu yang relatif lama infertilitas dan percobaan medis diulang untuk konsepsi.
B.       Presentasi Kasus
Seorang wanita Kaukasia 34 tahun disajikan ke pusat kami dengan perdarahan vagina yang ringan. Pasien kami adalah 16 minggu hamil setelah periode tujuh tahun infertilitas primer. Dia menjadi hamil setelah rejimen non-diresepkan clomiphene citrate membentang dari hari kedua sampai hari ke-13 dari siklus terakhirnya. Pemeriksaan USG trans abdominal mengungkapkan kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap dan janin hidup bersama. Serum β human chorionic gonadotropin adalah palsu rendah seperti yang diidentifikasi oleh seri pengenceran sampel ( 'efek kail'). pasien kami menolak penghentian kehamilan dan dia dirawat di rumah sakit untuk observasi ketat dan tindak lanjut. Sayangnya, dia mengembangkan serangan dari perdarahan vagina yang berat dan histerotomi dilakukan. Janin meninggal tak lama setelah lahir.
Seorang wanita Kaukasia 34 tahun, ibu hamil 1 para 0, disajikan ke rumah sakit kami dengan serangan berulang dari perdarahan vagina yang ringan. pasien kami, sesuai dengan tanggal yakin terpercaya nya, adalah 16 minggu dan tiga hari hamil. Dia memiliki riwayat infertilitas primer selama tujuh tahun sebelum kehamilan ini, dan ia telah mencari saran medis untuk menunda konsepsi satu tahun setelah menikah. infertilitas faktor pria dikeluarkan oleh analisis semen tunggal dan dia diberitahu bahwa hysterosalpingography nya cukup normal; ia diberi perawatan medis bahwa dia tidak bisa mengingat untuk meningkatkan siklus nya (ini adalah jarang dan tidak teratur selama lima tahun terakhir). Dia menggunakan obat-obat ini selama sekitar empat bulan setelah dia melaporkan beberapa perbaikan di siklus, tapi konsepsi tidak terjadi. Profil hormonal diperintahkan dan pasien kami diperiksa transvaginal dengan USG.
Pasien kami memiliki periode terjawab segera setelah rejimen serampangan ini. Kehamilan dikonfirmasi oleh tes kehamilan urin maka dengan pemeriksaan ultrasonografi trans-vagina yang dilakukan enam minggu dan tiga hari setelah periode menstruasi terakhirnya. Menurut laporan USG ini, kantung kehamilan berhubungan dengan tujuh minggu kehamilan. Namun, tidak ada komentar mengenai adanya kista ovarium teka lutein. Dia tidak menindaklanjuti dengan kehamilannya sampai dia mencapai minggu ke-16 kehamilan. Pada saat itu, dia mengalami serangan berulang dari perdarahan vagina yang ia digambarkan sebagai ringan dan berwarna gelap. Terlepas dari pucat dan takikardia, pasien kami muncul cukup normal pada pemeriksaan umum; denyut nadinya adalah 106 denyut / menit, tekanan darah 125/85 dan suhu nya 37,2 ° C. Abdomen, tingkat fundus uteri nya setara dengan 28 minggu dan rahim adalah berembun di konsistensi dalam sebagian besar massanya. Pemeriksaan USG transabdominal mengungkapkan besar mola hidatidosa lengkap menempati pole bawah rahim dan janin hidup bersama dengan plasenta yang yang dikurung di dalam kantung yang terpisah (Gambar 1). pasien kami dirawat di rumah sakit kami dan penyelidikan laboratorium penuh diperintahkan. Hasil tes darahnya menunjukkan anemia hipokromik dan kadar hemoglobin-nya adalah 9,6 g / dL. investigasi lainnya yang normal. Meskipun dia pengujian positif, tingkat serum β-hCG nya relatif rendah untuk pasien dengan kehamilan mola lengkap (8354 mIU / mL dan 7799 mIU / mL dalam dua sampel serum diambil dua hari terpisah). teknisi tidak mencurigai adanya kesalahan teknis dan ia menegaskan keakuratan hasilnya. Namun, kami mempertimbangkan kemungkinan hasil palsu rendah dan sesuai, spesialis senior berkonsultasi. Dia mengulangi tes dengan pengenceran serial dan β-hCG ditemukan 1.876.000 mIU / mL. Pasien kami konseling tentang risiko kelanjutan dari kehamilan ini dan kemungkinan rendah untuk bertahan hidup janin. Namun, pasien kami menolak intervensi dan bersikeras konservasi.
Beberapa kasus mola hidatidosa lengkap dengan janin hidup bersama telah dilaporkan selama dua dekade terakhir. istilah yang luas ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama: (1) kembar kehamilan di mana satu kembar adalah janin diploid dengan plasenta normal (46 kromosom, 23 ibu dan 23 ayah) dan kembar lainnya adalah mola hidatidosa lengkap (46 kromosom berasal dari ayah) tanpa janin (ini diterapkan untuk laporan kasus kami). (2) kehamilan Singleton yang terdiri dari janin triploid dengan parsial plasenta mola hidatidosa (69 kromosom, 23 ibu dan 46 ayah). (3) Twin kehamilan di mana satu kembar adalah janin diploid dengan plasenta normal (46 kromosom, 23 ibu dan 23 ayah) dan kembar lainnya adalah janin triploid dengan parsial mola plasenta mol (69 kromosom, 23 ibu dan 46 ayah) [ 4]. Kategorisasi kasus ini penting untuk manajemen yang tepat. Tidak seperti mola hidatidosa parsial yang umumnya terkait dengan anomali janin ganda dan dikelola oleh penghentian kehamilan [5], kasus kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap (termasuk kasus kami) dilaporkan tidak berhubungan dengan anomali janin pada janin hidup bersama; dalam beberapa kasus ibu bahkan telah melahirkan janin yang selamat [6].
Namun, kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap memiliki risiko lebih tinggi komplikasi ibu dari mola hidatidosa parsial; risiko yang sama juga berlaku untuk kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap. Komplikasi ini meliputi onset awal pre-eklampsia, tirotoksikosis dan penyakit trofoblas persisten (PTD). Karena kasus langka, kejadian komplikasi ini tidak dapat persis dinilai dibandingkan dengan kehamilan mola lengkap; Namun, kejadian PTD di melaporkan serangkaian kasus bervariasi dari 19% sampai 50% [2, 7]. Alasan untuk tingginya insiden ini belum diklarifikasi.
Dengan demikian, pengelolaan kasus ini tetap bermasalah: kemungkinan wajar kelangsungan hidup janin ditimbang terhadap risiko yang diharapkan komplikasi ibu, dan untuk alasan ini, banyak kasus yang dilaporkan dikelola oleh penghentian segera.
C.      Kesimpulan
Beberapa kasus mola hidatidosa lengkap dengan janin hidup bersama telah dilaporkan selama dua dekade terakhir. istilah yang luas ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama: (1) kembar kehamilan di mana satu kembar adalah janin diploid dengan plasenta normal (46 kromosom, 23 ibu dan 23 ayah) dan kembar lainnya adalah mola hidatidosa lengkap (46 kromosom berasal dari ayah) tanpa janin (ini diterapkan untuk laporan kasus kami). (2) kehamilan Singleton yang terdiri dari janin triploid dengan parsial plasenta mola hidatidosa (69 kromosom, 23 ibu dan 46 ayah). (3) Twin kehamilan di mana satu kembar adalah janin diploid dengan plasenta normal (46 kromosom, 23 ibu dan 23 ayah) dan kembar lainnya adalah janin triploid dengan parsial mola plasenta mol (69 kromosom, 23 ibu dan 46 ayah) [ 4]. Kategorisasi kasus ini penting untuk manajemen yang tepat. Tidak seperti mola hidatidosa parsial yang umumnya terkait dengan anomali janin ganda dan dikelola oleh penghentian kehamilan [5], kasus kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap (termasuk kasus kami) dilaporkan tidak berhubungan dengan anomali janin pada janin hidup bersama; dalam beberapa kasus ibu bahkan telah melahirkan janin yang selamat [6].
Namun, kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap memiliki risiko lebih tinggi komplikasi ibu dari mola hidatidosa parsial; risiko yang sama juga berlaku untuk kehamilan kembar dengan mola hidatidosa lengkap. Komplikasi ini meliputi onset awal pre-eklampsia, tirotoksikosis dan penyakit trofoblas persisten (PTD). Karena kasus langka, kejadian komplikasi ini tidak dapat persis dinilai dibandingkan dengan kehamilan mola lengkap; Namun, kejadian PTD di melaporkan serangkaian kasus bervariasi dari 19% sampai 50% [2, 7]. Alasan untuk tingginya insiden ini belum diklarifikasi.
Dengan demikian, pengelolaan kasus ini tetap bermasalah: kemungkinan wajar kelangsungan hidup janin ditimbang terhadap risiko yang diharapkan komplikasi ibu, dan untuk alasan ini, banyak kasus yang dilaporkan dikelola oleh penghentian segera.


PEMBAHASAN
MOLA HIDATIDOSA
A.      DEFINISI
     Mola hidatidosa (atau hamil anggur) adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terbentuk akibat kegagalan pembentukan janin. Bakal janin tersebut dikenal dengan istilah mola hidatidosa. Istilah hamil anggur digunakan karena bentuk bakal janin tersebut mirip dengan gerombolan buah anggur.
     Mola hidatidosa juga dapat didefinisikan sebagai penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan calon plasenta (trofoblas plasenta) dan diserai dengan degenerasi kistik villi serta perubahan hidropik. Trofoblas adalah sel pada bagian tepi ovum (sel telur) yang telah dibuahi dan nantinya akan melekat di dinding rahim hingga berkembang menjadi plasenta serta membran yang memberi makan hasil pembuahan. Penyebab penyakit ini belum diketahui pasti, namun diduga karena kekurangan gizi dan gangguan peredaran darah rahim. (https://id.wikipedia.org/wiki/Mola_hidatidosa diakses pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 09.00 wib)

B.       PENYEBAB DAN PEMERIKSAAN
Hamil anggur atau mola hidatidosa dapat terjadi karena:
a.     Tidak ada buah kehamilan (agenesis) atau ada perubahan (degenerasi) sistem aliran darah terhadap buah kehamilan, pada usia kehamilan 3-4 minggu.
b.     Aliran darah yang terus berlangsung tanpa bakal janin, sehingga terjadi peningkatan produksi cairan sel trofoblas.
c.        Kelainan substansi kromosom (kromatin) seks.
Pemeriksaan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan HCG (human chorionic gonadotrophin) urin atau serum untuk pemeriksaan kehamilan, USG (ultrasonografi), dan uji Sonde. (https://id.wikipedia.org/wiki/Mola_hidatidosa diakses pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 09.00 wib)

C.      KLASIFIKASI KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA
Kehamilan mola hidatidosa dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.    Mola hidatidosa lengkap, Mola hidatidosa lengkap apabila vili hidropik, tidak ada janin dan membran, kromosom maternal haploid dan paternal 2 haploid.
2.    Mola hidatidosa parsial, Mola hidatidosa parsial apabila janin tidak teridentifikasi, campuran villi hidropik dan normal, kromosom paternal diploid.
3.    Mola hidatidosa invasif. Mola hidatidosa invasif apabila korioadenoma destruen, menginvasi miometrium, terdiagnosis 6 bulan pasca evakuasi mola.
D.      TANDA DAN GEJALA
Kebanyakan  wanita  dengan kehamilan mola juga mengalami reaksi kehamilan seperti  wanita  hamil normal. Wanita  dengan GTD mengalami   perdarahan  bercak coklat  gelap  pada  akhir  trimester  pertama. Hipertensi dan  hiperemesis akibat kehamilan  sebelum  umur  kehamilan  20 minggu. Inspeksi pada muka  dan  badan tampak  pucat  kekuning-kuningan atau disebut muka mola  (mola face). Pemeriksaan  fisik  ditemukan   pembesaran   uterus  lebih  besar dari  usia  kehamilan,  tidak   ditemukan ballotemen dan denyut jantung janin, keluar jaringan mola.
Kadar hCG  tinggi  dan  tiroksin 
plasma  juga mengalami  peningkatan. Pemeriksaan  USG terdapat gambaran vesicular  (badai salju)  dan  tidak terlihat janin.

E.  KOMPLIKASI KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA
Komplikasi yang dapat timbul akibat kehamilan mola hidatidosa adalah:
1.    Perdarahan hebat sampai syok;
2.    Perdarahan berulang;
3.    Anemia;
4.    Infeksi sekunder;
5.    Perforasi karena tindakan dan keganasan, dan
6.    Keganasan apabila terjadi mola destruens/ koriokarsinoma

F.       PENATALAKSANAAN KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA
Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi.
1.    Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan umum terlebih dahulu
2.    Kuretase dilakukansetelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti;
3.    Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat kemungkinan terjadi keganasan;
4.    Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar hCG normal
5.    Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.

KETUBAN PECAH DINI

RESUME JURNAL
KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI PADA IBU BERSALIN DI RSUD SIDOARJO
Oleh : Damarati, Yulis Pujiningsih

 ABSTRAK

Ketuban pecah dini merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban satu jam sebelum terdapat tanda- tanda persalinan. Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini sulit diketahui. Kemungkinan adalah infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai, multi graviditas (paritas), merokok, defisiensi gizi (vitamin C), inkompetensi servik, polyhidramnion, riwayat ketuban pecah dini, kelainan selaput ketuban. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendapatkan data paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Sidoarjo.
Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang pengambilan sampelnya dilakukan secara probablility sampling dan tipe yang digunakan adalah sampel random. Jumlah populasi selama bulan April-Mei 2011 sebanyak 340 orang dan jumlah sampelnya sebanyak 183 orang.
 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 183 ibu bersalin didapatkan sebanyak 138 orang (75,41%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan sebanyak 45 orang (24,59%) mengalami ketuban pecah dini. Dari 71 orang ibu primipara, 55 orang (77,46%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan 16 orang (22,54%) mengalami ketuban pecah dini, sedangkan dari 101 ibu multipara 76 orang (75,24%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan 25 orang (24,76%) mengalami ketuban pecah dini, Dan dari 11 orang ibu grande multipara, 7 orang (63,64%) tidak mengalami ketuban pecah dini dan 4 orang (36,36%) mengalami ketuban pecah dini. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar ibu bersalin 101 orang (55,20%) adalah multipara.Sebagian besar ketuban pecah dini dialami oleh grande multipara sebanyak 4 orang (36,36%). Sebagian besar ibu bersalin 138 orang (75,41%) tidak mengalami ketuban pecah dini.




PENDAHULUAN

 Berbagai permasalahan yang membahayakan ibu hamil saat ini sangat rentan terjadi, hal ini seiring banyaknya kejadian atau kasus-kasus yang ditemui di dunia kebidanan terkait dengan tanda-tanda bahaya kehamilan. Yang paling menonjol saat ini adalah kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban ditunggu samapai 1 jam tidak diikuti tanda-tanda persalinan (inpartu). Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi di atas usia kehamilan 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan masalah yang kontroversi dalam obstetric yang berkaitan dengan penyebabnya.Menurut Hidayat (2009) walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD sulit diketahui. Kemungkinan faktor predisposisi adalah infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai, multi graviditas (paritas), merokok, defisiensi gizi (vitamin C), inkompetensi servik, polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan selaput ketuban.
Menurut Hidayat (2009) komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini, selain itu juga terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia baru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai 100% apabila ketuban pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
Menurut Manuaba (2010) kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu sekitar 4 %. Menurut
Wahyuni (2009) kejadian ketuban pecah dini di indonesia sebanyak 35,70% - 55,30% dari 17.665 kelahiran, sedangkan data kejadian ketuban pecah dini di RSUD Sidoarjo belum ada secara pasti, namun pada saat praktik klinik pada tanggal 29 Nopember- 12 Desember 2010 dari 20 orang ibu bersalin ditemukan 8 orang mengalami ketuban pecah dini. Dari adanya data yang belum pasti mengenai kejadian ketuban pecah dini di RSUD Sidoarjo maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang gambaran paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Sidoarjo.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh paritas terhadap kejadian ketuban pecah dini di RSUD Sidoarjo.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin periode bulan April-Mei 2011 di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo.

Tujuan Khususnya adalah :
1) Mengidentifikasi paritas ibu bersalin di RSUD Sidoarjo.
2) Mengidentifikasi ketuban pecah dini pada ibu bersalin di RSUD Sidoarjo.
3) Menganalisis ketuban pecah dini dengan paritas di RSUD Sidoarjo.

BAHAN DAN METODE
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel terikat atau variabel akibat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Metode penelitian deskriptif adalah suatu keadaan secara objektif. Dalam penelitian ini ingin menggambarkan tentang paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Sidoarjo. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin di VK RSUD Sidoarjo periode bulan April-Mei 2011 sebanyak 340 orang.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak besarnya sampel sebanyak 183 orang. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu variable bebas dan variable terikat. Variable bebas adalah paritas dan Variabel tergantung dari penelitian ini adalah kejadian ketuban pecah dini.
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak pertama sampai dengan anak terakhir yang dicatat dalam rekam medik. Ketuban pecah dini adalah Ketuban pecah, dan sampai dengan 1 jam belum diikuti tanda-tanda inpartu yang dicatat dalam rekam medik.
Pengumpulan data dengan menggunakan lembar pengumpul data. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara tabulating, peneliti memindahkan data dari rekam medik kedalam tabel untuk dibuat rekapitulasi secara keseluruhan sehingga mempermudah peneliti dalam membuat tabel sesuai karakteristik masing-masing pada hasil penelitian. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan April- Mei 2011. Tempat penelitian ini diadakan di RSUD Sidoarjo.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Data paritas ibu bersalin
Tabel 1. Distribusi Frekuensi paritas ibu bersalin di VK RSUD Sidoarjo bulan April-Mei 2011 Paritas
f
%
Primipara
71
38,80
Multipara
101
55,20
Grande multipara
11
6,00
Total
183
100

Data ketuban pecah dini
Tabel 2 Distribusi Frekuensi kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di VK RSUD Sidoarjo bulan April-Mei 2011. KPD
f
%
Tidak (-)
138
75,41
Ya (+)
45
24,59
Total
183
100
                                                        
Data ketuban pecah dini pada grande multipara
Tabel 4 Distribusi Frekuensi kejadian ketuban pecah dini pada grande multipara di RSUD Sidoarjo bulan April-Mei 2011.
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa dari 11 orang grande multipara, 7 orang (63,64%) tidak mengalami KPD.

Analisis Data
Analisis Data paritas ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah dini.
Tabel 6 Analisis Dataparitas ibu bersalin dengan kejadian ketuban pecah dini di RSUD Sidoarjo periode bulan April-Mei 2011 Paritas
KPD
Jumlah
YA(+)
TIDAK (-)

f
%
f
%
f
%

Primipara
16
22,54
55
77,46
71
100
Multipara
25
24,76
76
75,46
101
100
Grandemultipara
4
36,36
7
63,64
11
100
                                                                                                                                                      
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas satu dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Banyaknya ibu multipara yang bersalin di RSUD Sidoarjo menggambarkan bahwa program keluarga berencana sudah berhasil khususnya di kabupaten Sidoarjo. Keberhasilan program KB di kabupaten Sidoajo menepis opini yang ada di masyarakat bahwa banyak anak banyak rejeki.
Opini tersebut sudah tidak berlaku pada saat ini karna sebagian besar masyarakat sudah mengerti bahwa semakin banyak anak semakin banyak komplikasi pada saat hamil atau melahirkan.
Oleh karena itu, ibu dengan paritas 2-3 dianggap aman dalam menjalani proses kehamilan dan persiapan persalinannya, karena pada paritas ini ibu sudah memiliki pengalaman dalam menjalani proses kehamilan dan persalinannya. Selain itu, pada ibu multipara motilitas uterus dan kelenturan leher rahim masih berfungsi dengan baik.
Kejadian Ketuban Pecah dini di RSUD Sidoarjo.
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 45 orang (24,59%) mengalami ketuban pecah dini.
Tingginya kejadian ketuban pecah dini sebanyak 45 orang (24,59%) dari 183 orang yang bersalin di RSUD Sidoarjo tidak sesuai dengan teori Manuaba (2010), yang menyatakan bahwa Insidensi ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Selain itu, tingginya angka kejadian ketuban pecah dini di VK RSUD Sidoarjo juga dikarenakan RS tersebut merupakan RS rujukan tipe B non pendidikan untuk wilayah disekitar Kabupaten Sidoarjo. Sehingga banyaknya kejadian Ketuban pecah dini dikarenakan banyaknya rujukan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dari pelayanan-pelayanan kesehatan disekitar Kabupaten Sidoarjo, sehingga banyaknya kejadian ketuban pecah dini dikarenakan jumlah rujukan dari pelayanan kesehatan disekitar kabupaten Sidoarjo yang cukup sering.
Meskipun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, misalnya paritas. Ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversial dalam kasus kebidanan. Ketuban pecah dini seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus ketuban pecah dini terutama pada pengelolaan konservatif.

Pembahasan tentang paritas dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin.
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 71 orang ibu kelompok primipara, sebagian besar yaitu 55 orang (77,46%) ibu bersalin tidak mengalami KPD. Sedangkan dari 101 orang ibu kelompok multipara, sebanyak 76 orang (75,46%) ibu bersalin tidak mengalami KPD. Dan dari 11 orang ibu kelompok grandemultipara, sebanyak 7 orang (63,64%) ibu bersalin tidak mengalami KPD.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Manuaba (2010) yang menyatakan bahwa paritas (multi/ grande multipara) merupakan faktor penyebab umu terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan menurut Geri Morgan dan Carole Hamilton (2009), paritas merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketuban pecah dini karena peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama proses kelahiran sebelumnya dan teori Dr.Prasanthi (2009) yang menyebutkan bahwa risiko terjadinya ketuban pecah dini lebih banyak terjadi pada grandemultipara yang disebabkan oleh motilitas uterus berlebih, perut gantung, kelenturan leher rahim yang berkurang sehingga dapat terjadi pembukaan dini pada serviks, yang mengakibatkan terjadinya ketuban pecah dini.
Dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa sebagian besar ibu bersalin tidak mengalami ketuban pecah dini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pemeriksaan kehamilan yang teratur. Kebiasaan hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan yang sehat, minum cukup, olahraga teratur dan berhenti merokok. Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan benar, yakni dari depan ke belakang, terutama setelah berkemih atau buang air besar. Memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang tidak normal di daerah kemaluan, misalnya keputihan yang berbau atau berwarna tidak seperti biasanya. Untuk sementara waktu, berhenti melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperti mulut rahim yang lemah.
Menurut Ayah Bunda (2011) Mengonsumsi 100 mg vitamin C secara teratur saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu bisa mencegah terjadinya ketuban pecah dini. Dari hasil penelitian dari National Institute of Perinatology di Meksiko City, pada 120 wanita hamil yang secara acak diberikan 100 mg vitamin C, pada saat kehamilan memasuki usia 20 minggu. Vitamin C telah diketahui berperan penting dalam mempertahankan keutuhan membran (lapisan) yang menyelimuti janin dan cairan ketuban. Walaupun penelitian sebelumnya telah menghubungkan kadar yang rendah dari vitamin C pada ibu dengan meningkatnya resiko terjadinya pecahnya membran secara dini atau yang disebut dengan ketuban pecah dini ("premature rupture of membranes", PROM), tapi penelitian itu tidak menjelaskan tentang penggunaan suplemen vitamin C dalam menurunkan risiko terjadinya KPD.
Untuk itu, penelitian di Meksiko ini dilakukan. Dari hasil pemberian suplemen vitamin C yang dimulai pada saat usia kehamilan 20 minggu, menunjukkan peningkatan dari kadar vitamin C dalam darah dibanding dengan kelompok kontrol (tidak diberikan suplemen vitamin C). Dan peningkatan ini berhubungan juga dengan menurunnya resiko untuk mengalami KPD.
Pada kelompok kontrol, terjadi KPD pada 14 dari 57 kehamilan (25%), sedang pada kelompok ibu yang diberikan vitamin C, terjadi penurunan KPD, yaitu hanya terjadi pada 4 dari 52 kehamilan.

Simpulan dan Saran
Berdasarkan tujuan penelitian yaitu mengetahui tentang paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di VK RSUD Sidoarjo pada Bulan April-Mei 2011 dengan 183 ibu bersalin, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut 1) Sebagian besar ibu bersalin 101 orang (55,20%) adalah multipara. 2) Sebagian besar ketuban pecah dini dialami oleh grande multipara sebanyak 4 orang (36,36%). 3) Sebagian besar ibu bersalin 138 orang (75,41%) tidak mengalami ketuban pecah dini.
Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan sebagai berikut :
1) Bagi Tenaga Kesehatan diharapkan agar lebih meningkatkan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi mengenai komplikasi kehamilan misalnya ketuban pecah dini. Selain itu, bidan juga harus menyarankan kepada pasien agar rutin melakukan kunjungan antenatal sebagai deteksi dini adanya tanda-tanda bahaya kehamilan.
2) Bagi masyarakat hendaknya selalu memperhatiakn kondisi kehamilannya dan selalu memeriksakan ke tenaga kesehatan.
PEMBAHASAN
KETUBAN PECAH DINI
A.           Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan.
Ada bermacam-macam batasan, teori dan definisi mengenai KPD. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan , ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam  atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.
B.            Insidensi
Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % , sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur.
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas.
C.           Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
a.Infeksi 
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
 
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi. 
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Keadaan sosial ekonomi
Faktor Lainnya
a.Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. b.Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c.Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d.Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
D. Faktor risiko / predisposisi ketuban pecah dini / persalinan preterm
1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4x
3. tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
4. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
5. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
7. servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
8. flora vagina abnormal : risiko 2-3x
9. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)
10. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
E. Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas
3.Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
4.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya diulakaukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
F.                               Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS (Respiratory Distress syndrome), dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu. 


DAFTAR ACUAN
Ayah Bunda. 2011. Ketuban pecah dini.
Bobak, dkk. 2005. Keperawatan maternitas. Jakarta : EGC
Harry Oxorn dan William R.forte 2010. Ilmu kebidanan patologi dan fisiologi persalinan.
Hidayat, Asri, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jogjakarta : Nuha Medika     
Ketuban pecah dini.
Liu, David TY. 2008. Manual Persalinan. Jakarta :EGC
Manuaba, I.B.G, dkk. . 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologo & Obstetri Ginekologi Sosial Untuk profesi Bidan. Jakarta : EGC
_________. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta :EGC
Morgan, Geri dan Hamilton Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC
Prasanthi. 2009. Morbiditas dan Mortalitas Perinatal Kasus Ketuban Pecah Dini. http://www.nikita/konsultasi-ibu/hamil.2009.php. (Diakses pada tanggal 25 februari 2011).
Tim JNPK-KR. 2008. Asuhan persalinan normal. Jakarta:JNPK-KR.
Wiknjosastro, H,.2007. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar