MAKALAH
KESULITAN DALAM BELAJAR

Disusun
oleh :
1.
Ima Aufya Hidayah
2.
Putri Fini Novianti
3.
Annisa
Maulina
4.
Shinta
Karlina
5.
Ajeng
Rahmadiati
6.
Dwi
Oktapiana
7.
Dea Aulia
UNIVERSITAS
NASIONAL
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
D-IV KEBIDANAN
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar
adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental
dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada
proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada dalam sekolah maupun
di lingkungan rumah atau keluarga sendiri.
Pada
masa sekarang ini banyak sekali anak-anak mengalami kesulitan dalam belajar.
Hal tersebut tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan kurang
saja. Hal tersebut juga dialami oleh siswa-siswa yang berkemampuan tinggi.
Selain itu, siswa yang berkemampuan rata-rata juga mengalami kesulitan dalam
belajar. Sedang yang namanya kesulitan belajar itu merupakan kondisi proses
belajar yang ditandai oleg hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai
kesuksesan.
Kesulitan
belajar ini tidak selalu disebabkan oleh faktor intelegensi yang rendah (kelainan
mental) akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi. Dengan
demikian, IQ yang tinggi belum tentu mendapat jaminan keberhasilan belajar,
karena dalam rangka
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang ada, dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
a.
Apa
pengertian kesulitan belajar?
b.
Apa sajakah
faktor-faktor kesulitan belajar?
c.
Bagaimanakah
diagnosis kesulitan belajar?
d.
Apa sajakah
jenis-jenis kesulitan belajar?
e.
Bagaimana
karakteristik kesulitan belajar?
f.
Bagaimana
ciri-ciri kesulitan belajar dan gejalanya?
1.3
Tujuan
Untuk mengetahui:
a.
Pengertian
kesulitan belajar
b.
Faktor-faktor
kesulitan belajar
c.
Diagnosis
kesulitan belajar
d.
Jenis-jenis kesulitan
belajar
e.
Karakteristik
kesulitan belajar
f.
Ciri-ciri
kesulitan belajar dan gejalanya
1.4 Kajian Teori
Gangguan yang menyebabkan masalah
dalam berbicara, mendengarkan, membaca, menulis atau kemampuan matematika, juga
gangguan perkembangan spesifik. Kesulitan belajar adalah gangguan dalam
kemampuan belajar termasukdalam hal berbicara, membaca, menulis, atau kemampuan
matematika. Anak yang mengalami kesulitan belajar terlihat dari kemampuan
akademiknya satu atau dua tahun dibawah dari anak usianya dengan intelegensi
normal. Sering kali kesulitan belajar ini tampak bersamaan dengan kesuliotan
lain seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactyvity Disorder) yang disebabkan
ketidakteraturan fungsi daribagian tertentu pada otak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu
berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic
performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas
bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan
fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang
sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan
pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para
siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau
yang berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang
berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak
mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi
rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan
dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi,
konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri,
dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan
pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi
yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan
belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau
distraktibilitas dan masalah emosional
Dari sini timbullah apa yang disebut
kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa
berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan
tinggi. Selain itu kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang
berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang
menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
2.2
Faktor-faktor
Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang
siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi
belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya
kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di
dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering
minggat dari sekolah.
Secara
garis besar,
faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar
terdiri atas dua macam.
1. Faktor
intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri.
2. Faktor
ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri
siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan
yang antara lain tersebut dibawah ini.
A. Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau
ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1.
Yang
bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa;
2. Yang
bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3. Yang
bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
a. Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak
yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain
sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat
kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius)
seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b.
Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai
perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa
belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu
yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki
oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari
140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan
anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami
masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang
memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi
mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta
guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain
IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan
belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga
tipe anak dalam belajar.
B.
Faktor
ektern siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua
situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar
siswa. Dari lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.
1. Lingkungan
keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan
rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2. Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan
teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3. Lingkungan
sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar,
kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:
a. Social. Yaitu faktor-faktor seperti cara
mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian
yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan
perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana
hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau
bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan
belajar anak
b. Non-social Faktor-faktor non-sosial yang
dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru
di sekolah, kurikulum dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
1.
Keturunan
Di Swedia, Hallgren melakukan
penelitian dengan objek keluarga dan menemukan rata-rata anggota tersebut
mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan mengija, setelah diteliti secara
lebih mendalam, ternyata salah satu faktor penyebabnya adalah faktor keturunan.
2.
Otak
Ada pendapat yang menyatakan
bahwa anak yang lamban belajar mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat
ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap
bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau
kesulitan belajar dengan anak yan ab-normal. Hanya saja anak yang lamban atau
kesulitan belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak, oleh karena
itu para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali
ahli syaraf membuktikan ini.
3.
Pemikiran
Siswa yang mengalami kesulitan
belajar akan menmgalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran.
Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat mengorganisasikan cara
berpikir secara baik dan sistematis. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu
dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
4.
Gizi
Berdasarkan penelitian para ahli
yang dilakukan terhadap anak-anak dan binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang
erat antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi. Artinya, kekurangan gizi
menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambanan atau kesulitan belajar.
5.
Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah
hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat nengganggu perkembngan mental anak,
baik yang terjadi di dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Meskipun faktor ini dapat pengaruhi kesulitan belajar, tetapi bukan
satu-satunya faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun, yang pasti
faktor tersebut dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
6.
Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau
bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi.
Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager,
1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi
hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk &
Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh
Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada
anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan
diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami
kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor yang bersifat
umum diatas, adapula faktor yang yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa.
Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah
sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom
(syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya
keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
1.
Disleksia
(dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.
2.
Disgrafia
(dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
3.
Diskalkulia
(dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi,
siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki
potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas
rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain
dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).
2.3 Diagnosis
Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif
pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih
dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap
fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda
siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan
“jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan
adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan
pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur
seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.
2.4 Jenis Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu
sebagai berikut: Dilihat dari jenis kesulitan
belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang
dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang
keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya
permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi
factor penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena
factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita
dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa
yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa
mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru
dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun
fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya :
(a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow
learner, dan (e) learning diasbilities.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya
tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih
rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan
olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami
kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya
siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat
dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki
postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley,
namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat
menguasai dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal,
tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ =
130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.
4.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar,
sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
2.5 Karakteristik Kesulitan
Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang
ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan
sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus.
1)
Sejarah kegagalan akademik
berulang kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi
berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan
usaha.
2)
Hambatan fisik/tubuh atau
lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3) Kelainan motivasional Kegagalan
berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement.
Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan,
mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau
memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4)
Kecemasan yang samar-samar, mirip
kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan
harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang
pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang
tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan
semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau
tidak memperhatikan.
5)
Perilaku berubah-ubah, dalam arti
tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan
belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok
dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan
perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak
dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu
sendiri
6)
Penilaian yang keliru karena data
tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada
seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang
lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat
perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan
mental.
7)
Pendidikan dan pola asuh yang
didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan
urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang
kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada
ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman
yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar .
2.6 Ciri-Ciri Kesulitan Belajar
dan Gejalanya
1. Gangguan Persepsi Visual
·
Melihat huruf/angka dengan posisi
yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam
menuliskannya kembali.
·
Sering tertinggal huruf dalam
menulis. Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
·
Kacau (sulit memahami) antara
kanan dan kiri.
·
Bingung membedakan antara obyek
utama dan latar belakang.
·
Sulit mengkoordinasi antara mata
(penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).
2. Gangguan Persepsi Auditori
a.
Sulit membedakan bunyi; menangkap
secara berbeda apa yang didengarnya.
b.
Sulit memahami perintah, terutama
beberapa perintah sekaligus.
c. Bingung/kacau dengan bunyi yang
datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti
diskusi, karena sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah
datang suara (masalah) lain.
3. Gangguan Belajar Bahasa
-
Sulit memahami/menangkap apa yang
dikatakan orang kepadanya.
-
Sulit
mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
4. Gangguan Perseptual-Motorik
•
Kesulitan motorik halus (sulit
mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
• Memiliki masalah dalam koordinasi
dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.
5. Hiperaktivitas
-
Sukar mengontrol aktifitas
motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)
-
Berpindah-pindah dan satu tugas
ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
6. Kacau (distractability)
·
Tidak dapat membedakan stimulus
yang penting dan tidak penting
·
Tidak teratur, karena tidak
memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
·
Perhatiannya sering berbeda
dengan apa yang sedang dikerjakan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesulitan dalam pembelajaran atau belajar merupakan suatu hal yang sering
ditemui oleh para pendidik, terutama guru. Sebagai upaya untuk memberikan
terapi terhadap permasalahan kesulitan belajar maka dapat ditempuh melalui
media klinik pembelajaran. Pembelajaran merupakan wadah bagi guru untuk
melakukan serangkaian upaya yaitu kegiatan refleksi, penemuan masalah, pemecahan
masalah melalui beragam strategi untuk meningkatkan ketrampilan dalam mengelola
pembelajaran. Strategi utama yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas.
Karena Pembelajaran merupakan milik bersama para guru, maka tempat ini
dapat digunakan dengan bebas untuk berdiskusi, melakukan refleksi atau merenung
tentang proses pembelajaran yang telah dijalani, bersimulasi, misalnya
bagaimana cara mengajarkan suatu konsep dengan menyenangkan, dan membuat
catatan bersama-sama dengan teman sejawat. Dalam Pembelajaran, para supervisor
akan membantu dalam melakukan berbagai kegiatan tersebut.
Dalam analisis kesulitan pembelajaran dapat dilalui dengan identifikasi
kesulitan belajar, mengadakan diagnosis kesulitan belajar, melakukan bimbingan
dan konseling belajar, dan kemudian menetapkan model pembelajaran serta
mengatasi kesulitan belajar.
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain.
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain.
Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang
tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai
yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita.
Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami
gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi
masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik
perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang
dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui
kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan
alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
Anak-anak berkemampuan tinggi, tetapi mengalami hambatan dalam belajar
meskipun jumlah mereka tidak banyak, namun perlu dicermati. Karena sesungguhnya
mereka adalah aset yang berharga. Kendala yang nampak untuk membantu mereka
adalah kesulitan dalam mengidentifikasi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sholihin, Muchlis. M. Ag. Buku
Ajar Psikologi Belajar PAI. STAIN Pamekasan Press. 2006.
2.
Asrori, Mohammad, M. Pd. Psikologi
Pembelajaran. Bandung. CV Wacana Prima. Cet. II, 2008.
3.
Feldmen, William. Penerjemah
Sudarmaji. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Prestasi Putra. Jakarta:.
2002.
4.
Syah, Muhibbin. M. Ed. Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung. 2005.
5.
Purwanto, Ngalim, MP. Psikologi
Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar