Kamis, 11 Mei 2017

MATA KULIAH EVALUASI DAN REMEDIASI PEMBELAJARAN ( ANALISIS BUTIR SOAL )

ANALISIS BUTIR SOAL
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS
MATA KULIAH  EVALUASI REMEDIASI PEMBELAJARAN

Logo_Universitas_Nasional.gif
OLEH :
PRAKSEDIS O. NABU                                                           163112540120005
MONA WULANDARI                                                           163112540120018
ISTIANA EKA PUTRI                                                             163112540120020
SYIFA UNAJAH                                                                     163112540120037
SELLYTA Br HASUGIAN                                                      163112540120055
NOVA NOVIANTY                                                                163112540120059
ADRIANA G. KOLO                                                             163112540120060
IMA AUFYA HIDAYAH                                                        163112540120061
SHUFI  RAHMATILLAH                                                       163112540120111
SHINTA KARLINA                                                                163112540120120

D4 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah  analisis butir soal ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penelaahan analisis butir soal. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.



Jakarta,    November  2016


Penyusun


DAFTAR ISI

                                                                                                            Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang .......................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah ..................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
  A. ANALISIS BUTIR SOAL KUALITATIF  ............................... 2
       1. ANALISIS BUTIR SOAL KUALITATIF ............................... 2
       2. ANALISIS BUTIR SOAL KUANTITATIF ............................. 4
  B. MANFAAT ANALISIS BUTIR SOAL  ..................................... 19
BAB III  PENUTUP
           A. Kesimpulan  ............................................................................ 21
           B.  Saran  ..................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar. Sistem penilaian yang baik akan mendorong guru menggunakan strategi mengajar yang lebih baik dan memotivasi anak untuk belajar lebih giat. Penilaian biasanya dimulai dengan kegiatan pengukuran. Pengukuran (measurement) merupakan cabang ilmu statistika terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel. Proses belajar mengajar dilaksanakan tidak hanya untuk kesenangan atau bersifat mekanis saja tetapi mempunyai misi atau tujuan bersama.
Dalam usaha untuk mencapai misi dan tujuan itu perlu diketahui apakah usaha yang dilakukan sudah sesuai dengan tujuan? Untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai perlu diadakan tes. Sebuah tes yang dapat baik sebagai alat pengukur harus dianalisis terlebih dahulu. Dalam menganalisis butir soal dalam tes harus memperhatikan daya serap, tingkat kesukaran, daya beda, fungsi pengecoh, validitas dan reabilitas. Hal tersebut dilakukan agar tes yang diberikan kepada siswa sesuai dengan daya serap siswa, tingkat kesukarannya, dan soal yang diberikan pun harus valid. Sehingga, tujuan dari pembelajaran dapat tercapai.

B.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
a. Apakah yang dimaksud dengan analisis butir soal secara kualitatif dan kuantitatif?
 b. Bagaimana cara mengaplikasikan analisis butir soal secara kualitatif dan kuantitatif?
 c. Apa manfaat dari menganalisis butir soal?

C.    Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu:
a. Mendeskripsikan pengertian analisis butir soal secara kualitatif dan kuantitatif.
 b. Mengaplikasikan analisis butir soal secara kualitatif dan kuantitatif.
 c. Mengetahui manfaat dari menganalisis butir soal.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Analisis Butir Soal Secara Kualitatif dan Kuantitatif
Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum soal digunakan atau diujikan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa atau budaya, dan kunci jawaban atau pedoman penskorannya.
Dalam menganalisis butir soal, terdapat dua teknik. Yaitu teknik kualitatif dan teknik kuantitatif.
1.      Teknik Analisis Secara Kualitatif
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel. Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama dengan beberapa ahli seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun atau pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, berlatar belakang psikologi. Teknik ini sangat baik karena setiap butir soal dilihat secara bersamasama berdasarkan kaidah penulisannya. Di samping itu, para penelaah dipersilakan mengomentari berdasarkan kompetensinya masing-masing. Setiap komentar atau masukan dari peserta diskusi dicatat. Setiap butir soal dapat dituntaskan secara bersama-sama, perbaikannya seperti apa. Namun, kelemahan teknik ini memiliki kelemahan karena memerlukan waktu lama untuk rnendiskusikan setiap satu butir soal.
Teknik berikutnya adalah Teknik Panel yakni suatu teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal. Kaidah itu diantaranya materi, konstruksi, bahasa atau budaya, kebenaran kunci jawaban atau 4 |Analisis Butir Soal pedoman penskoran. Caranya beberapa penelaah diberikan butir-butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penilaian atau penelaahan. Pada tahap awal, semua orang yang terlibat dalam kegiatan penelaahan disamakan persepsinya, kemudian mereka berkerja sendirisendiri di tempat berbeda. Para penelaah dipersilakan memperbaiki langsung pada teks soal dan memberikan komentarnya serta memberikan nilai pada setiap butir soal dengan kriteria: soal baik, perlu diperbaiki, atau diganti. Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format penelaahan soal akan sangat membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaannya. Format penelaahan soal digunakan sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Format penelaahan soal yang dimaksud adalah format penelaahan butir soal: uraian, pilihan ganda, tes perbuatan dan instrumen non-tes. Berikut disajikan keempat format penelaahan butir soal.

a.      Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Uraian
Mata pelajaran       :
Kelas/semester      :
Penelaah                :
b.      Format Penelaahan Butir Soal Bentuk Pilihan Ganda
Mata pelajaran       :
Kelas/semester      :
Penelaah                :
c.       Format Penelaahan Untuk Instrument Perbuatan
Mata pelajaran       :
Kelas/semester      :
Penelaah                :
d.      Format Penelaahan Untuk Instrument Non-Tes
Mata pelajaran       :
Kelas/semester      :
Penelaah                :

            CATATAN : SEMUA FORMAT DILAMPIRKAN DIBAWAH.

2.      Analisis Butir Soal Secara Kuantitatif
Penelaahan soal secara kuantitatif adalah penelaahan butir soal didasarkan pada data empirik. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu pendekatan secara klasik dan modern. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta didik tes guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik. Kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah, sederhana, familiar, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer, dan dapat menggunakan data dari beberapa peserta didik atau sampel kecil (Millman dan Greene, 1993: 358). Analisis jenis butir ini yang lazim digunakan dalam praktik di lapangan, terutama oleh guru disekolah. Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk obyektif) atau fungsi pengecoh pada setiap pilihan jawaban, reliabilitas dan validitas soal.
1.      Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken (1994: 66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan untuk soal selected response item, yaitu (Nitko, 1996: 310).

Tingkat Kesukaran (TK) = Jumlah siswa yang menjawab benar butir soal
jumlah siswa yang mengikuti tes
Atau dengan menggunakan rumus:
 P = 𝐵
       N
P = proporsi (indeks kesukaran) B = jumlah siswa yang menjawab benar N = jumlah peserta tes Tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi atau sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah atau mudah.
Klasifikasi tingkat kesulitan soal dapat menggunakan kriteria berikut:
NO
RANGE TINGKAT KESUKARAN
KATEGORI
KEPUTUSAN
1
0,7 – 1,0
Mudah
Ditolak/direvisi
2
0,3 – 0,7
Sedang
Diterima
3
0,0 – 0,3
Sulit
Ditolak/direvisi

Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Nitko, 1996: 310-313). Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang bias. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah: (a) pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang, (b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.
Contoh :
Tes formatif IPA, 10 soal bentuk pilihan ganda, option 4, dengan proporsi 2 soal mudah, 6 soal sedang dan 2 soal sukar, jumlah siswa = 20 orang

No soal
Kemampuan yang diukur
Judgement P soal
Jumlah siswa yang menjawab benar
Indeks kesukaran
Indeks kesukaran
1
Pengetahuan
Mudah
18
0,90
Mudah
2
Pengetahuan
Mudah
12
0,60
Sedang
3
Pemahaman
Sedang
10
0,50
Sedang
4
Aplikasi
Sedang
12
0,60
Sedang
5
Aplikasi
Sedang
9
0,45
Sedang
6
Pemahaman
Sedang
20
1,00
Mudah
7
Analisa
Sedang
6
0,30
Sukar
8
Pemahaman
Sedang
10
0,50
Sedang
9
Sintesa
Sukar
4
0,20
Sukar
10
Sintesa
Sukar
9
0,45
Sedang

Dalam mencari indeks kesukaran menggunakan rumus yang telah ditulis di atas
: P = B/N = 18/20 P = 0,90
Dari contoh di atas diperoleh hasil, yaitu : soal nomor 1, 3, 4, 5, 8 dan 9, terdapat kesesuaian antara judgement dengan hasil analisa, soal nomor 2 yang di judgement mudah ternyata termasuk soal sedang, soal nomor 6 yang di judgement sedang ternyata termasuk soal mudah, soal nomor 7 yang dijudgement sedang, ternyata termasuk sukar dan soal nomor 10 yang dijudgement sukar, ternyata termasuk soal sedang. Atas dasar hasil di atas, soal yang harus diperbaiki adalah:
Soal nomor 2, diturunkan ke dalam kategori mudah,
Soal nomor 6, dinaikkan ke dalam kategori sedang,
Soal nomor 7 diturunkan ke dalam kategori sedang,
Soal nomor 10, dinaikkan ke dalam kategori sukar.       


2.      Daya Pembeda
 Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang belum menguasai materi yang diujikan. Daya pembeda butir soal memiliki manfaat berikut. Pertama untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi atau ditolak.
Kedua, untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing soal dapat mendeteksi atau membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu maka butir soal itu dapat dicurigai kemungkinannya: a) Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat. b) Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar. c) Kompetensi yang diukur tidak jelas. d)Pengecoh tidak berfungsi. e)Materi yang ditanyakan terlalu sulit, sehingga banyak siswa yang menebak dan f) Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya.
Untuk menentukan daya pembeda dibedakan menjadi kelompok kecil (kurang dari 100 orang) dan kelompok besar (100 orang ke atas).
a)      Untuk kelompok kecil
Seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara siswa yang menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang belum menguasai materi yang diujikan. Daya pembeda butir soal memiliki manfaat berikut. Pertama untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi atau ditolak. Kedua, untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing soal dapat mendeteksi atau membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu maka butir soal itu dapat dicurigai kemungkinannya: a) Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat. b) Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar. c) Kompetensi yang diukur tidak jelas. d)Pengecoh tidak berfungsi. e)Materi yang ditanyakan terlalu sulit, sehingga banyak siswa yang menebak dan f) Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya. Untuk menentukan daya pembeda dibedakan menjadi kelompok kecil (kurang dari 100 orang) dan kelompok besar (100 orang ke atas). a) Untuk kelompok kecil seluruh kelompok testee dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.
Contoh: Siswa       Skor
  A             9
  B                         8
  C             7                     KELOMPOK ATAS (JA)
  D             7
  E              6
  F              5
  G                         5
               H                       4                      KELOMPOK BAWAH (JB)
          I             4
          J                         3
Seluruh pengikut tes, dideretkan mulai dari skor teratas sampai terbawah, lalu dibagi 2.
b)      Untuk kelompok besar
Mengingat biaya dan waktu untuk menganalisis, maka untuk kelompok besar biasanya hanya diambil kedua kutubnya saja, yaitu 27% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 27% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB).
JA = jumlah kelompok atas
 JB = jumlah kelompok bawah
3.      Fungsi pengecoh (distracter function)
Pada saat membicarakan tes objektif bentuk multiple choice item tersebut untuk setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau alternatif. Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara 3 sampai dengan 5 buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawaban yang terpasang pada setiap butir item itu, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul (kunci jawaban), sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distractor (pengecoh). Fungsi pengecoh dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar peserta yang tidak memiliki kunci jawaban (option) pada bentuk soal pilihan ganda. Untuk soal pilihan ganda, alternatif jawaban menurut kaidah harus homogen dan logis sehingga setiap pilihan jawaban (opition) dapat berfungsi atau ada yang memilih. Setiap pengecoh dapat dikatakan berfungsi apabila ada yang memilih. Setiap pengecoh dapat dikatakan berfungsi apabila terpilih minimal sebanyak 5% dari jumlah peserta.untuk menghitungnya dapat digunakan rumus sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖 𝑜𝑝𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑎   x 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑠
Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu : menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud dengan pola penyebaran jawaban item adalah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir item. Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternatif yang dipasang pada butir item tertentu, sama sekali tidak dipilih oleh testee. Dengan kata lain, testee menyatakan ―blangko. Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah omit dan biasa diberi lambang dengan huruf O. Sebagai tindak lanjut atas hasil penganalisaan terhadap fungsi distraktor tersebut maka distraktor yang sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik dapat dipakai lagi pada tes-tes yang akan datang, sedangkan distraktor yang belum dapat berfungsi dengan baik sebaiknya diperbaiki atau diganti dengan distraktor yang lain (Anas, 2011:408).

4.      Reliabilitas Skor Tes
Realibilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen, reliabilitas tes berkenaan dengan dengan pertanyaan, apakah suatu tes teliti dan dapat dipercaya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Suatu tes dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada kelompok yang sama pada waktu yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda.
Menurut Gronlun, ada empat faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas, yaitu :
 1. Panjang tes, yaitu banyaknya soal tes. Ada kecenderungan, semakin panjang suatu tes akan lebih tinggi tingkat reliabilitas suatu tes, karena semakin banyak soal, maka akan semakin banyak sampel yang diukur dan proporsi jawaban yang benar semakin semakin banyak, sehingga faktor tebakan akan semakin rendah.
2. Sebaran skor, besarnya sebaran skor akan membuat tingkat reliabilitas menjadi lebih tinggi, Karena koefesien reliabilitas yang lebih besar diperoleh ketika peserta didik tetap pada posisi yang relative sama dalam satu kelompok pengujian ke pengujian berikutnya. Dengan kata lain, peluang selisih dari perubahan posisi dalam kelompok dapat memperbesar koefesien reliabilitas.
3. Tingkat kesukaran, dalam penilaian yang menggunakan pendekatan penilaian acuan norma, baik untuk soal yang mudah maupun sukar, cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dengan hasil tes yang sukar keduanya dalam satu sebaran skor yang terbatas. Untuk tes yang mudah, skor akan berada dibagian atas dan akhir dari skala penilaian. Bagi kedua tes (mudah dan sukar), perbedaan antar peserta didik kecil sekali dan cenderung tidak dapat dipercaya. Tingkat kesukaran soal yang ideal untuk meningkatkan koefesien reliabilitas adalah soal yang menghasilkan sebaran skor berbentuk genta atau kurva normal.
4. Objektivitas, menunjukkan skor tes kemampuan yang sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya. Peserta didik memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan suatu tes. Jika peserta didik memiliki tingkat kemampuan yang sama, maka akan memperoleh hasil tes yang sama pada saat mengerjakan tes yang sama. Objektivitas prosedur tes yang tinggi akan memperoleh reliabilitas hasil tes yang tidak dipengaruhi oleh prosedur penskoran.

Konsep reliabilitas mendasari kesalahan pengukuran yang mungkin terjadi pada suatu proses pengukuran atau pada nilai tunggal tertentu, sehingga menimbulkan perubahan pada susunan kelompoknya. Misalnya, guru mengetes peserta didik dengan instrumen tertentu dan mendapat nilai 70. Kemudian pada kesempatan yang berbeda dengan instrumen yang sama, guru melakukan tes kembali, ternyata peserta didik tersebut mendapat nilai 75. Artinya, tes tersebut tidak reliabel, karena terjadi kesalahan pengukuran. Tes yang reliabel adalah apabila koefesien reliabilitasnya tinggi dan kesalahan baku pengukurannya rendah.
Menurut perhitungan product-moment dari Person, ada tiga macam reliabilitas, yaitu koefesien stabilitas, koefesien ekuivalen dan koefesien konsistensi internal.
a)      Koefesien Stabilitas
Jenis reliabilitas yang menggunakan teknik test and retest, yaitu memberikan tes kepada sekelompok individu, kemudian diadakan pengulangan tes pada kelompok yang sama dengan waktu yang berbeda. Cara memperoleh koefesien stabilitas adalah dengan mengorelasikan hasil tes pertama dengan hasil tes kedua dari kelompok yang sama, tes yang sama, pada waktu yang berbeda. Jika antara waktu tes pertama dengan tes yang kedua cukup lama, kemudian diadakan latihan-latihan tambahan, maka bisa jadi nilai tes yang kedua akan lebih besar daripada tes yang pertama. Sebaliknya, jika antara waktu tes pertama dengan tes kedua relatif pendek, maka nilai tes kedua bisa jadi sama atau lebih besar daripada tes pertama karena soal dan jawaban masih dapat diingat. Kesalahan teknis ini dapat bersumber dari berbagai faktor, sehingga menyebabkan peserta didik mempunyai skor yang berbeda pada saat dua kali mengerjakan tes yang sama. Bisa saja perubahan skor yang terjadi bukan disebabkan perubahan hal yang diukur, tetapi memang karena situasi yang berbeda atau pengalaman dari peserta didik pada saat mengikuti tes yang pertama, sehingga ketika mengerjakan tes yang kedua, peserta didik lebih berhati-hati dan lebih baik hasilnya. Keunggulan teknik ini adalah dapat memperkecil kemungkinan masuknya sumber kesalahan yang lain. Namun, patut juga dipertimbangkan bahwa penggunaan kelompok yang sama dan tes yang sama dalam dua kali tes akan mempengaruhi hasil tes yang kedua, karena responden sudah memiliki pengalaman mengerjakan tes yang pertama. Hal ini sekaligus menunjukan kelemahan teknik test and retest.

b)     Koefesien ekuivalen
Jika mengorelasikan dua buah tes yang parallel pada kelompok dan waktu yang sama. Metode yang digunakan untuk memperoleh koefesien ekuivalen adalah metode dengan menggunakan dua buah bentuk tes parallel or alternate-forms method. Syarat-syarat yang harus dipenuhi kedua tes parallel adalah criteria yang dipakai pada kedua tes sama., masing-masing tes dikonstruksikan tersendiri, jumlah item, isi, dan corak sama, tingkat kesukaran sama, petunjuk waktu yang disediakan untuk mengerjakan tes dan contoh-contoh juga sama. Kemungkinan kesalahan pada teknik ini bersumber dari derajat keseimbangan antara dua tes tersebut, serta kondisi tempat yang mungkin berbeda pada kelompok tes pertama dengan kelompok tes kedua, meskipun dilakukan pada waktu yang sama.

c)      Koefesien konsistensi internal
Reliabilitas yang didapat dengan jalan mengorelasikan dua buah tes dari kelompok yang sama, tetapi diambil dari butir-butir yang bernomor genap untuk tes yang pertama dan butir-butir bernomor ganjil untuk tes yang kedua. Teknik ini sering disebut split-half method. Split berarti membelah dan half berarti setengah atau separuh. Jadi, split-half adalah tes yang dibagi menjadi dua bagian yang sama, kemudian mengorelasikan butir soal yang bernomor ganjil dalam belahan pertama (X) dan yang bernomor genap dalam belahan kedua (Y). untuk membagi tes menjadi dua bagian dapat juga dilakukan dengan jalan mengambil nomor soal secara acak, tetapi jumlahnya tetap harus sama untuk masing-masing kelompok. Disamping itu, pembagian tes dapat juga dilakukan dengan cara setengah bagian pertama untuk kelompok pertama dan setengah lagi untuk kelompok kedua. Untuk menghitung koefisien stabilitas, koefisien ekuivalen dan koefisien konsistensi internal dapat digunakan analisis korelasi seperti pada pengujian validitas. Khusus bagi perhitungan koefisien konsistensi internal, korelasi tersebut baru sebagian dari seluruh tes. Untuk memperoleh angka koefisien korelasi secara menyeluruh dari tes tersebut harus dihitung dari nomor-nomor kedua tes itu dengan rumus Spearman Brown.
𝑟𝑛𝑛= 2𝑟1.2
      1+(𝑛−1)𝑟1.2

Keterangan :
 r : korelasi
n : panjang tes yang selalu sama dengan 2 karena seluruh tes = 2 x ½

5.      Validitas tes
Validitas merupakan syarat yang penting dalam suatu alat evaluasi. Validitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau shahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.11 Beberapa kriteria dipilih untuk memperlihatkan keefektifan terhadap peramalan performance yang akan datang (yang akan terjadi), kriteria yang lain untuk menunjukkan status yang muncul, kriteria yang lain lagi untuk menimbulkan sifat- sifat yang representatif dari luasnya isi atau tingkah laku, dan kriteria yang lain lagi untuk (melengkapi) penyediaan data atau untuk menunjang atau menolak beberapa teori psikologis. Sebagaimana dikemukakan oleh Scarvia B. Anderson dalam bukunya ―Encyclopedia of Educational Evaluation‖ disebutkan bahwa ― A test is valid it measure what it purpose to measure‖ (sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur). Validitas suatu instrumen evaluasi, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Validitas suatu instrumen evaluasi mempunyai beberapa makna penting di antaranya sebagai berikut:
1.      Validitas berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrumen 
evaluasi untuk grup individual dan bukan instrumen itu sendiri.
2.      Validitas diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa mencakup
kategori rendah,menengah, dan tinggi.
3.      Prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan oleh para peneliti adalah bahwa ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja. Tes valid untuk bidang studi metrologi industri belum tentu valid untuk bidang yang lain misalnya bidang mekanika teknik.
Validitas suatu alat evaluasi, bukanlah merupakan ciri yang absolut atau mutlak. Suatu tes dapat memiliki validitas yang tinggi , sedang, rendah, tergantung kepada tujuannya. Secara metodologis, validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), validitas konkuren (concurrent validity), dan validitas prediksi (predictive validity).
a.      Validitas Isi
 Validitas isi artinya ketepatan daripada suatu tes dilihat dari segi isi tersebut. Suatu tes hasil belajar dikatakan valid, apabila materi tes tersebut benar-benar merupakan bahan-bahan yang representatif terhadap bahan-bahan pelajaran yang diberikan. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua aspek penting, yaitu valid isi dam valid teknik sampling. Valid isi mencakup khususnya, hal-hal yang berkaitan dengan apakah item-item evaluasi menggambarkan pengukuran dalam cakupan yang ingin diukur. Sedangkan valid teknik sampling pada umumnya berkaitan dengan bagaimanakah baiknya suatu sample item tes mempresentasikan total cakupan isi. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas ini sering disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak penyusunan dengan memerinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran. Misalnya untuk siswa kelas I SMU akan diberikan tes Matematika, maka item-itemnya harus diambil dari materi pelajaran kelas I, apabila kita sisipkan dan item-item yang diambil dari materi pelajaran kelas III maka tes tersebut sudah tidak valid lagi. Validitas isi pada umumnya ditentukan melalui pertimbangan para ahli. Tidak ada formula matematis untuk menghitung dan tidak ada cara untuk menunjukkan secara pasti. Akan tetapi, untuk memberikan gambaran bagaimana suatu tes divalidasi dengan menggunakan validitas isi, pertimbangan ahli tersebut dilakukan dengan cara seperti berikut. Pertama, para ahli diminta untuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian mereka diminta untuk mengoreksi interpretasi item-item yang telah dibuat. Pada akhir perbaikan, mereka juga diminta untuk memberikan pertimbangapertimbangan tentang bagaimana baik interpretasi tes evaluasi tersebut menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur. Pertimbangan ahli tersebut biasanya juga menyangkut, apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui 32 |Analisis Butir Soal interpretasi item pertanyaan dalam tes. Atau dengan kata lain perbandinga dibuat antara apa yang harus dimasukkan dengan apa yang ingin diukur yang telah direfleksikan menjadi tujuan tes.
b.      Validitas Konstruk
Validasi konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk sementara. Untuk menentukan adanya validitas konstruk suatu tes dikorelasikan dengan suatu konsepsi atau teori, item-item dalam tes itu harus sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan dalam konsepsi tadi, yaitu konsepsi tentang obyek yang akan dites. Untuk mengetahui apakah suatu tes memenuhi syarat-syarat validitas konstruksi atau tidak maka kita harus membandingkan susunan tersebut telah memenuhi syarat-syarat penyusunan tes maka berarti tes tersebut memenuhi syarat validitas konstruksi, apabila tidak memenuhi syarat-syarat penyusunan tes berarti tidak memenuhi validitas konstruksi. Proses melakukan validasi konstruk dapat dilakukan dengan cara melibatkan hipotesis testing yang dideduksi dari teori yang menyangkut dengan konstruk yang relevan. Misalnya jika suatu teori kecemasan menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kecemasan yang lebih tinggi akan bekerja lebih lama dalam menyelesaikan suatu problem, dibanding dengan orang yang memiliki tingkat kecemasan rendah. Jika terjadi orang yang cemasnya tinggi ternyata kemudian bekerja sebaliknya yaitu lebih cepat, ini bukan berarti bahwa tes yang sudah baku tadi berarti tidak mengukur kecemasan orang. Atau dengan kata lain hipotesis yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang dengan kecemasan tinggi tidak benar. Dari kasus tersebut mengindikasikan bahwa konstruksi yang berhubungan dengan orang yang memiliki kecemasan tinggi memerlukan kajian ulang, guna mengadakan koreksi dan penyesuaian kembali.

c.       Validitas Konkuren
Jika hasil suatu tes mempunyai korelasi yang tinggi dengan hasil dari suatu alat pengukur lain terhadap bidang yang sama pada waktu yang sama pula, maka tes itu dikatakan memiliki konkuren validity. Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika istilah ―sesuai tentu ada dua hal yang dipasangkan dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada.
 Cara-cara membuat tes dengan validitas konkruen dapat dilakukan dengan beberapa langkah seperti berikut.
1.      Administrasi tes yang baru yang dilakukan terhadap grup atau anggota
kelompok
2. Catat tes baku yang ada termasuk berapa koefisien validitasnya jika ada
3. Hubungkan atau korelasikan dua tes skor tersebut
Hasil yang dicapai atau koefisien validitas yang muncul menunjukkan derajat hubungan validitas tes yang baru. jika koefisien tinggi, berarti tes yang baru tersebut mempunyai validitas konkruen yang baik. Sebaliknya, tes yang baru dikatakan mempunyai validitas konkruen yang jelek, apabila koefisien yang dihasilkan rendah. Tes mental merupakan contoh nyata terapan suatu tes pembeda (validitas konkruen yang melibatkan penentuan tes ) yang sering ditemui dalam kasus psikologi. Jika hasil skor suatu tes dapat digunakan degan cara benar untu mengklarifikasi orang yang satu dengan orang lainnya, maka validitas konkruen tes tersebut memiliki daya pembeda yang baik.

d.      Validitas Prediksi
 Memprediksi artinya meramal, dan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan mendatang. Jenis validitas ini menunjukkan kenyataan jika ujian yang dimaksud dihubungkan dengan kriteria-kriteria tentang hasil karya atau kesuksesan di masa depan. Demikianlah jika suatu tes bakat skolastik diberikan pada siswa-siswa SMU dikorelasikan dengan prestasi mereka di perguruan tinggi, maka kenyataan yang diperoleh itu akan menunjukkan validitas prediksi. Instrumen validitas prediksi mungkin bervariasi bentuknya tergantung beberapa faktor misalnya kurikulum yang digunakan, buku pegangan yang dipakai, intensitas mengajar dan letak geografis atau daerah sekolah. Yang perlu diperhatikan saat melakukan tes validasi ini yaitu perlu memperhatikan proses dan cara membandingkan instrumen yang divalidasi dengan tes yang dibakukan. Perlu disadari bahwa skor tes yang dihasilkan juga memiliki sifat ketidak sempurnaan. Ketika kriteria telah diidentifikasi dan ditentukan, prosedur selanjutnya adalah menentukan validitas prediksi suatu tes dengan cara seperti berikut.
a) Buat item tes sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
 b) Tentukan kelompok yang dijadikan subyek dalam pilot Study
 c) Identifikasi kriterion prediksi yang hendak dicapai
d) Tunggu sampai tingkah laku yang diprediksi atau variabel kriteria muncul dan
     terpenuhi dalam kelompok yang telah ditentukan
e) Capai ukuran-ukuran kriteria tertentu
f) Korelasikan dua set skor yang dihasilkan
Sebagai contoh, kita akan menyelenggarakan tes untuk menentukan validitas prediksi tes pada mahasiswa yang mengikuti mata kuliah matematika teknik. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat tes item, kemudian memberikannya kepada kelompok mahasiswa potensi yang mengambil mata kuliah tersebut. Kemudian kita menunggu selama satu semester penuh pada kelompok mahasiswa yang hendak diprediksi pada mata kuliah yang sama dengan mengukur melalui nilai ujian akhir. Hasil korelasi antara dua set nilai akan menentukan validitas prediksi tes. Jika hasilnya menunjukkan koefisien korelasi tinggi, berarti tes tersebut mempunyai validitas prediksi tinggi.
Analisis butir secara modern yaitu penelaahan butir soal dengan menggunakan Item Response Theory (IRT) atau teori jawaban butir soal. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu scal dengan kemampuan siswa. Nama lain IRT adalah latent trait theory (LTT), atau characteristics curve theory (ICC). Asal mula IRT adalah kombinasi suatu versi hukum phi-gamma dengan suatu analisis faktor butir soal (item factor analisis) kemudian bernama Teori Trait Latent (Latent Trait Theory), kemudian sekarang secara umum dikenal menjadi teori jawaban butir soal (Item Response Theory) (McDonald, 1999: 8).

  1. Manfaat Analisis Butir Soal
Kegiatan analisis butir soal memiliki banyak manfaat, diantaranya: (1) dapat membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan, (2) relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas, (3) mendukung penulisan butir soal yang efektif, (4) secara materi dapat memperbaiki tes di kelas, (5) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas (Anastasi&Urbina, 1997:172). Nitko (1996:308-309) juga menguraikan manfaat kegiatan analisis butir soal, di antaranya untuk: (1) menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan, (2) memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar untuk bahan diskusi di kelas, (3) memberi masukan kepada guru tentang kesulitan siswa, (4) memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum, (5) merevisi materi yang diukur, (6) meningkatkan keterampilan penulisan soal.
Dari uraian di atas menunjukkan analisis butir soal memberikan manfaat: (1) menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik; (2) meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda, dan pengecoh soal; (3) meningkatkan validitas soal dan reliabilitas; (4) merevisi soal yang tidak relevan dengan materi yang diajarkan, ditandai dengan banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.



BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan 
·         Analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel.
a) Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah.
 b) Teknik Panel yakni suatu teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal. 
·         Analisis butir soal secara kuantitatif adalah analisis butir soal didasarkan pada data empirik. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif, yaitu:
1. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta didik tes guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik. Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk obyektif) atau fungsi pengecoh pada setiap pilihan jawaban, reliabilitas dan validitas soal.
2. Analisis butir secara modern yaitu penelaahan butir soal dengan menggunakan Item Response Theory (IRT) atau teori jawaban butir soal. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu scal dengan kemampuan siswa. Nama lain IRT adalah latent trait theory (LTT), atau characteristics curve theory (ICC).
·         Manfaat menganalisis butir soal, yaitu:
1.      Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik,
2.      Meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu tingkat kesukaran, daya pembeda, dan pengecoh soal,
3.      Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas, dan
4.      Merevisi soal yang tidak relevan dengan materi yang diajarkan, ditandai dengan banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.
  1. Saran
Ketika kita menjadi pengajar dan pendidik, sebaiknya dalam penyusunan instrument tes, seperti soal tes hendaknya disesuaikan dengan kriteria penyusunan soal yang baik dan benar. Dimana, tingkat kesukarannya diperhatikan, daya pembeda disesuaikan, pengecoh soal berfungsi dengan baik. Dan juga ketika diuji dengan validitas maupun realibilitas sesuai dengan kualitas dan metode pembelajaran yang menjunjung tinggi cita-cita guru Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.


















DAFTAR PUSTAKA

1.      Arifin, Zaenal. 2009. EVALUASI PEMBELAJARAN. Bandung; PT.REMAJA ROSDAKARYA
2.      Arikunto, Suharsimi. 2003. DASAR-DASAR EVALUASI PENDIDIKAN. Jakarta; Bumi Aksara
3.       Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Jakarta; GRAHA ILMU
4.      Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta; GRAHA ILMU
5.      Rizky Dayu Utamifile:///C:/Users/personal/Downloads/Makalah_Analisis_Butir_Soal%20(2).pdf diakses pada tanggal 23 november 2016 jam 13.00 wib













FORMAT PENELAAHAN SOAL PILILHAN GANDA
Mata Pelajaran        : .................................
Kelas/semester        : .................................
Penelaah                  : .................................
NO
ASPEK YANG DITELAAH
NOMOR SOAL
A.
MATERI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.       
Soal sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk pilihan ganda)










2.       
Materi yang ditanyakan sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevasi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)










3.       
Pilihanjawaban homogeny danlogis










4.       
Hanya ada satu kunci jawaban










B.
KONSTRUKSI










5.       
Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas










6.       
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban merupakan pernyataan yang diperlukan saja










7.       
Pokok soal tidak member petunjuk kunci jawaban










8.       
Pokok soal bebas dan pernyataan yang bersifat negative ganda










9.       
Pilihan jawaban homogeny dan logis ditinjau dari segi materi










10.   
Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya jelas dan berfungsi










11.   
Panjang pilihan jawaban relative sama










12.   
Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan“semua jawaban di atas salah/benar” dan sejenisnya










13.   
Butir soal tidak bergantung pada jawaban soal sebelumnya










C
BAHASA DAN BUDAYA










14.
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa indonesia










15.
Menggunakan bahasa yang komunikatif










16.
Tidak mengunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu










17.
Pilihan jawaban tidak mengulang kata/kelompok kata yang sama, kecuali merupakan satu kesatuan pengertian











Keterangan :Berilah tanda (√)bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah
FORMAT PENELAAHAN UNTUK INSTRUMEN PERBUATAN
Mata Pelajaran  :
Kelas/Semester :
Penelaah          :
NO
ASPEK YANG DINILAI
NOMOR SOAL
A
MATERI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.       
Soal sudah sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan : kinerja, hasilkarya, atau penugasan)










2.       
Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai










3.       
Materi sesuai dengan tuntutan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)










4.       
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas










B
KONSTRUKSI










5.       
Menggunakan kata Tanya atau perintah yang menuntut jawaban perbuatan/praktik










6.       
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal










7.       
Ada pedoman penskorannya










8.       
Tabel, peta, gambar, grafik, atau sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca










C
BAHASA DAN BUDAYA










9.       
Rumusan soal komunikatif










10.   
Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku










11.   
Tidak menggunakan kata / ungkapan yng menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian










12.   
Tidakmenggunakanbahasa yang berlakusetempat/tabu










13.   
Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapn yang dapat menyinggung perasaan siswa











Keterangan :Berilah tanda (√)bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah


FORMAT PENELAAHAN UNTUK INSTRUMEN NON-TES

Mata Pelajaran  :
Kelas/Semester :
Penelaah          :
NO
ASPEK YANG DINILAI
NOMOR SOAL
A
MATERI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.       
Pernyataan/soal sudah sesuai dengan rumusan indicator dalam kisi










2.       
Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi (missal untuk tes sikap : aspek kognitif, afektif, atau psikomotorik dan pernyataan positif atau negatif)










B
KONSTRUKSI










3.       
Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas










4.       
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja










5.       
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negative ganda










6.       
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacuh pada masa lalu










7.       
Kalimatnya bebas dari pernyataan factual atau dapat di interprestasikan sebagai fakta










8.       
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden










9.       
Setiap pernyataan hanya berisi atau gagasan secara lengkap










10.   
Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua, selalu, kadang-kadang, tidak satupun, tidak pernah










11.   
Jangan banyak menggunakan kata hanya, sekedar, semata-mata










12.   
Gunakan seperlunya










C
BAHASA DAN BUDAYA










13.   
Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan siswa atau responden










14.   
Soal harus menggunkan bahasa Indonesia baku










15.   
Soal tidak menggunkan bahasa yang berlaku setempat/tabu











Keterangan :Berilah tanda (√)bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah












FORMAT PENELAAHAN SOAL URAIAN
Mata Pelajaran  :
Kelas/Semester :
Penelaah          :
NO
ASPEK YANG DINILAI
NOMOR SOAL
A
MATERI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.       
Soal sudah sesuai dengan indikator (menuntut tes tertulis untuk bentuk uraian)










2.       
Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai










3.       
Materi sesuai dengan tuntutan kompetensi (urgensi, relevansi, kontinyuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi)










4.       
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingka tkelas










B
KONSTRUKSI










5.       
Menggunakan kata Tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian










6.       
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal










7.       
Ada pedoman penskorannya










8.       
Tabel, peta, gambar, grafik, atau sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca










C
BAHASA DAN BUDAYA










9.       
Rumusan soal komunikatif










10.   
Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku










11.   
Tidak menggunakan kata / ungkapan yng menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian










12.   
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu










13.   
Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapn yang dapat menyinggung perasaan siswa











Keterangan :Berilah tanda (√)bila tidak sesuai dengan aspek yang ditelaah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar